Senin, 16 Maret 2009

Deadline Yeuh...

Malam semakin larut, ketika di kantor sudah menunjukkan jam 23.34 WIB. Ruang redaksi masih terus rame dengan suara kawan-kawan dan musik yang saling bersahutan. Keramaian pun masih bertahan, seperti bertahannya saya dalam kantuk yang semakin tak tertahankan. Tapi malam ini deadline bung. Hukumnya wajib ain kami melek sampai naskah yang dilayout benar-benar aman untuk dikirim ke percetakan di Tambun Bekasi. Pake teknologi serat optik, butuh satu menit saja pengiriman dari kantor Graha Pena, di daerah Permata Hijau, Jaksel sampai ke Tambun.
Walau ngantuk, usus perut terus protes meminta diisi. Ya, sudah, beruntung ada Mas Yatno, tukang pijit kami yang siaga 1 membelikan makan. Semenjak Bastian (pedagang pinggir kantor dilarang manajemen building menjual langsung makanan), membeli makanan menjadi hal mahal. Males kadang, dari lantai 9 harus turun ke bawah, makan. Lebih baik nyurun Mas Yatno beliin. Tapi ya itu, harga makanan paling Rp 8 ribu, nyuruhnya jadi Rp 18.000. Mas yatno adalah bekas Office boy di kantor kami yang sudah pensiun. Demi bertahan hidup, hampir tiap malam dia datang ke kantor. Sekedar memijit kawan-kawan atau disuruh-suruh kami membeli makan. Dia selalu siaga 1 untuk kami dan karena itu lah kerjaan sebanyak apapun selalu terbantu Mas Yatno yang sepintas nggak ada fungsinya.
Tapi, kalau kita ingat setiap orang ada fungsi penting dalam kehidupan kita, niscaya kita berusaha memelihara hubungan dan terus mengembangkan jaringan. Saya membayangkan kalau Mas Yatno, atau staf saya termasuk Mas Indra (OB kami) yang bertugas dari jam 7 pagi ampe jam 8 malam tak ada, banyak kebutuhan kami yang akan terganggu.
Ini lah hidup, yang di atas nggak ada jika tak ada yang di bawah. Tak ada bos kalau tak ada staf, tak ada jenderal tanpa kopral. Kalau sinergi tercipta, saling mengisi, menghormati dan tau diri, ya Allah, harmonis lah hidup ini ya.
Tapi, demikian lah, selain menciptkan malaikat yang setiap saat mengabdi, Tuhan pun menciptakan iblis yang setiap saat mengganggu manusia karena demikianlah janjinya kepada Tuhan. Nah, manusia pun diciptakan. Tugasnya jelas menjadi khalifah dan abdi Allah. Karena peran itu lah, kebudayaan berkembang, semuanya berkembang, menjadi peradaban dan kemajuan manusia.
Sebagai lingkar kecil dan lingkar besar kehidupan, mas Yatno, staf di kantor, Indra, dan yang lainnya, termasuk selembar rambut saya juga, adalah bagian dari hidup yang harus dilayani dan dijaga, dirawat dan disayangi. Hidup kita adalah satu sistem, demikian juga dunia ini seperti butterfly effect, hidup adalah kesatuan. Ini beda dengan manusia yang berpikir hidup untuk dirinya sendiri, dunia miliknya sendiri, yang lain hanya ngontrak saja.
Kembali ke soal deadline, saya jadi ingat, hidup kita juga mengenal deadline, waktu shalat ada deadlinenya, demikian juga jatah hidup. Awas ah lewat deadline, kalau saya di kantor, lewat deadline, big boss marah karena orang percetakan ngasih laporan, kiriman ke percerakan dari kantor telat, ya selain dimarahi, hukuman lainnya bisa berupa pengurangan bonus. Yang jelas deadline jangan dilanggar. Karena tidak baik, akan membuat kita sengsara bung.


Graha Pena Jawa Pos Jakarta,


Salam Hangat,



Iu Rusliana


0 komentar:

Posting Komentar

Pengelola

Foto saya
Pewarta di Jawa Pos Group, staf pengajar filsafat di UIN Bandung, dan Aktivis di Muhammadiyah. Asli urang Sukabumi dan menyelesaikan studi S2 Ekonomi Syariah di Universitas Indonesia (UI) tahun 2010. Alumni Jurusan Aqidah Filsafat UIN Bandung ini yakin bahwa berbagi kasih adalah misi suci setiap agama di muka bumi. Berbagi tidak mengurangi milik kita, tapi akan menambahkannya, sebagaimana janji-Nya.