Selasa, 31 Maret 2009

Cape Euy...

Pekerjaan itu tidak pernah habis. Begitu seorang sahabat mengingatkan, ketika saya curhat, sedang cape banyak pekerjaan banget. Maklum lah, dari mulai bikin artikel, makalah kuliah, makalah presentasi seminar, berita, advertorial, konsep program dan yang lainnya semuanya harus beriringan mengantri sesuai jam dan waktu yang telah ditentukan dan sepakati.

Belum lagi jadwal rapat, meeting dengan beberapa petinggi, rapat program dengan mitra usaha, ke kampus, perjalanan jakarta-bandung, membuat saya seperti lupa diri, yen awak teh sanes robot. Begitu seorang sahabat lain mengingatkan agar kesehatan tetap dijaga.
Tapi ya itu, ari nuju resep mah, terus saja semuanya dimainkan. Bergerak dan terus bergerak. Tapi yah, di kantor untung ada mas yatmo. Di bumi juga untung ada mang agus, tukang pijit yang bikin badan nu pararegel teh rada raos. Belum lagi menu madu, antangin dan multivitamin menjadi kawan seperjuangan. Ya, termasuk, pikiran itu tetap dibuat relax, karena walau kita tertekan stress, tetap bisa menjaga diri agar selalu santai. Be enjoy friend, begitu seorang sahabat selalu mengingatkan. Kalah, salah, cape, rumit, banyak pekerjaan adalah permainan indah yang harus dinikmati dan terus dizinahi. Supaya, menjadi menang, benar, tetap segar, mudah dan terkesan pekerjaan tak banyak.
Senyum dalam perjuangan adalah kisah awal dan akhir yang tak boleh terpisah karena ada tangis di tengahnya. Senyum dan tertawa lah yang harus mendominasi walau tangis tentu tetap ada.
Cape, ya cape. Tapi begitu lah hidup. Semakin cepat mesin dan gas ini dipacu, maka anginnya pun semakin kencang menerpa kita. Jangan bayangkan di mobil, karena sesungguhnya di mobil pun, angin itu kencang menerpa. Teu karaos we, da kahalangan ku kaca mobil. Makanya mobil itu, untuk yang sport, cenderung dibuat lancip, model sedan, itu semata-mata untuk mengurangi arus lawanan angin yang akan membuat gesekan dan mengurangi kecepatan.
Apalagi para bikers, pasti karaos pisan kalau kecepatan itu semakin kencang, angin pun sanes ti payun wae, dari depan pinggir pun menggoyang.
Ini sekedar ilustrasi aja, betapa gangguan itu pasti ada. Godaan itu selalu ada. Demikian lah, dalam hidup, semuanya penuh ujian dan tantangan. Hanya tinggal kita menyikapinya.
Ketika kaya kita diuji, demikian juga sebaliknya. Di kantor, di rumah atau dalam kehidupan bermasyarakat, semuanya juga menguji dan menilai kita. Kalau ada yang menguji untuk sekedar mengetes kemampuan, ya biasa aja. Pokoknya terus aja jalan, menuju tujuan. Tong gedag kaanginan, lempes kaibunan. Terus maju pantang mundur.
Seperti menulis, menjalankan kaki melakukan aktivitas adalah rantai catatan hidup yang harus terus diukir. Jika salah, segeralah perbaiki, jika benar, terus meneruslah lakukan. Jangan puas dengan prestasi, tapi jangan kejar prestise karena yang silau prestise hanya akan menumpuk prestise untuk dijual dengan menggadaikan harga diri. Naudzubillah.
Kita makhluk merdeka. Bekerjalah, maka engkau eksis. Begitu Karl Marx mengingatkan. Berpikir lah, maka engkau ada, demikian Rene Descartes mengubah peradaban manusia dari kegelapan menjadi modern dan semakin canggih. Ini hidup, jadikan lah setiap helaan napas ini sebagai ibadah dalam peran sebagai pelayan (ábdi) dan sebagai khalifah di muka bumi. Ingat lah, sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi yang lain.
Karena itu, bangun lah komunikasi dan komunitas, jadikanlah waktu sebagai patokan perjuangan. Cape hanya lah bagian dari romantika hidup. Sahabat saya bahkan bilang: "orang lain mah banyak yang nganggur, didinya mah dugi bingung ke saking banyak pekerjaan." Katanya mengingatkan.
Saya hanyalah manusia dhoif, berjalan, bergerak tiada henti untuk keluarga, umat, bangsa dan kemanusiaan. Ya Allah, jadikanlah, aku manusia bermanfaat bagi manusia lain. Amin.


Graha Pena Jakarta
31 Maret 2009




0 komentar:

Posting Komentar

Pengelola

Foto saya
Pewarta di Jawa Pos Group, staf pengajar filsafat di UIN Bandung, dan Aktivis di Muhammadiyah. Asli urang Sukabumi dan menyelesaikan studi S2 Ekonomi Syariah di Universitas Indonesia (UI) tahun 2010. Alumni Jurusan Aqidah Filsafat UIN Bandung ini yakin bahwa berbagi kasih adalah misi suci setiap agama di muka bumi. Berbagi tidak mengurangi milik kita, tapi akan menambahkannya, sebagaimana janji-Nya.