Rabu, 18 Februari 2009

Selalu Ada Harapan

Harapan itu selalu ada, selama kita menginginkannya. Jika tidak menginginkannya, maka harapan itu tidak akan menghampiri kita. Semakin dia didekati, dijemput dan diinginkan, maka harapan itu akan mendekati kita lebih cepat, lebih besar dan bahkan ribuan kali lebih besar dari yang kita inginkan. Karena itu, jangan pernah bunuh harapan itu atau kita akan kehilangannya. Kehilangannya artinya putus asa. Tuhan membenci orang yang berputus asa.


Ketahuilah, harapan bukanlah sesuatu yang antah berantah, jauh di sana atau ada pada diri orang lain. Harapan itu ada dalam diri Anda, sesungguhnya kekuatan diri yang harus dijaga, dirawat dan dipelihara. Cara menjaga dan memeliharanya adalah dengan terus menerus melihat, menyadarkan diri Anda bahwa banyak sisi kelebihan yang Anda miliki.
Jika Anda dinilai banyak orang bodoh, prestasi di sekolah buruk, itu bukan berarti Anda tidak punya harapan untuk sukses. Bodoh dan nilai buruk di sekolah hanyalah ukuran IQ (kecerdasan intelektual). Bukankah mungkin kita punya kecerdasan yang lebih besar lagi yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Albert Einstein, fisikawan terkemuka abad 20 bukanlah mahasiswa cerdas, tapi dia mampu menggegerkan dunia, dengan temuannya, dan membuat banyak negara membuat bom atom.
Ayo pelajari apa yang menjadi kelebihan Anda. Bagaimana mungkin tahu, kalau saya ada kelebihan? Pertanyaan umum yang sering saya dapatkan dari kawan atau audiens. Gampang aja itu. Ingat-ingat lah terus apa yang menjadi kebanggaan Anda, membuat orang memuji Anda dengan jujur (saya sebutkan dengan jujur, karena tak sedikit mereka memuji kita hanya untuk menjilat saja), membuat Anda berprestasi, membuat Anda merasa paling hebat, dan memang itu lah kelebihan kita.
Soal memuji, sebaiknya jika Anda punya anak buah, tentunya bukan dari anak buah, karena kalau anak buah memuji Anda, itu sudah lumrah. Jika kekasih, suami atau istri Anda memuji, itu sudah lumrah. Temukan banyak pujian dari banyak orang, tapi Anda sendiri, kalau tidak diberitahu oleh kawan atau saudara Anda sebenarnya tidak tahu. Itu lah salah satu pujian jujur.
Saudaraku, bila kita punya sahabat, kawan atau mungkin dia adalah pesaing kita, mengakui dengan jujur akan kehebatan sahabat atau pesaing kita bukanlah pekerjaan mudah. Perlu kekuatan mental dan kekokohan sikap yang gentle untuk itu semua.
Tapi, hati-hatilah, jangan sampai Anda menjadi orang yang selalu ingin dipuji, atau gede rumangsa (geer). Karena sesungguhnya, harga diri Anda itu rendah. Orang yang selalu rendah hati dan mau melayani adalah orang yang punya pribadi dan harga diri unggul, sebaliknya orang yang selalu ingin dipuji dan dihargai hanyalah orang kerdil yang kehilangan legitimasi dan berusaha mencarinya walau dengan menggadaikan harga diri itu.
Jika kita punya keterampilan musik atau kerajinan, mengapa tidak itu yang dikembangkan. Mengapa tidak itu bisa menjadi kekuatan kita untuk meraih rezeki yang halal dan baik. Jika kita punya keterampilan bermain musik, mengapa tidak itu dimaksimalkan untuk menjadi cara kita mencari nafkah dan seterusnya. Jangan pernah kehilangan akal dan semangat untuk berusaha, berusaha dan terus berusaha, karena harapan itu selalu ada.
Jika kita punya kelebihan, dan karena itu orang dekat atau tetangga membutuhkan kita, mengapa tidak itu ditekuni dan menjadi kelebihan kita dibandingkan orang lain. Ditekuni artinya terus belajar, terus menerus sehingga kemampuan kita atau keterampilan tersebut terus meningkat.
Sumber energi dari harapan bernama semangat. Semangat tidak lahir dari otak yang cerdas secara intelektual saja. Semangat adalah api yang selalu membakar jiwa untuk menggerakkan tubuh, yang sesungguhnya tak bisa bergerak jika tidak ada perintah jiwa, untuk menjaganya dan membangun semangat lebih tinggi, membutuhkan "BBM" yang terus menerus menjaga api semangat tetap nyala dan bertambah besar.
Karena itu, bukan sekedar kecerdasan intelektual, tapi juga kecerdasaran emosional dan spiritual yang dibutuhkan. Sebagai kekuatan dalam diri, ketiga aspek kecerdasan itu harus terus diasah.
Semangat itu lahir dari jiwa yang selalu optimis melihat sesuatu. Kenapa demikian? Karena manusia yang penuh semangat selalu melihat rintangan sebagai tantangan, gangguan sebagai ujian, cobaan sebagai media untuk belajar.
Di sinilah pentingnya persepsi dan keyakinan bahwa segalanya selalu ada jalan keluar untuk mengatasinya. Selama kita fokus, lalu berusaha untuk mempelajarinya, mencari solusi dengan tekun dan mental tak mudah kalah, pasti akan ada jalan dan solusi. Cikaracak Ninggang Batu, Laun-laun jadi legok (titik air yang tiap hari mengenai batu sekeras apapun, lama-lama batu itu menjadi rapuh). Artinya jika ditekuni, sesuatu itu pasti akan dikuasai.
Sikap mental yang ulet dan membaja dalam menekuni sesuatu adalah kekuatan yang tak tertandingi dan modal untuk meraih sukses. Karena itu, jangan selalu silau dengan kehebatan orang lain, bingung bahkan iri dengan kesuksesan tetangga, kawan atau saudara.
Kesuksesan dan kebahagiaan adalah milik semua umat manusia, tak terkecuali. Hewan dan tumbuhan sekalipun, jika mampu berbicara dalam bahasa manusia, tentu saja akan bercerita bahwa mereka mendapatkan kebahagiaan karena demikianlah, alam telah diatur sedemikian harmonis oleh Tuhan. Keseimbangan alam harus dijaga, karena melawannya akan mengganggu keseimbangan itu. Jika terjadi longsor, kebakaran atau banjir, itu karena manusia mengganggu dan merampas kebahagiaan alam.
Karena kesuksesan dan kebahagiaan milik semua umat manusia, tak boleh kita berusaha merebut dan merampasnya dengan paksa. Jika hari ini, dirasa kita belum sukses, itu bukan berarti gagal, tapi memang sukses yang tertunda. Jangan kedepankan iri dengki ketika melihat orang lain sukses, bahagia. Karena yang kita lihat hanyalah tampilan luarnya. Bukankah orang yang tersenyum, belum tentu ia bahagia, mungkin saja dia sedang menutupi kesedihan hatinya.
Karena itu, daripada ribut dan cape mengikuti perkembangan tetangga, kawan atau saudara yang makin hari semakin terlihat tajir dan sukses, lebih baik mengurusi diri sendiri. Fokus kepada pengembangan diri, terus menjaga stamina dan semangat juang, terus berusaha meraih sukses, terus dan terus menerus mencari jalan. Sampai napas tinggal satu helaan dan darah tinggal satu tetes, hidup masih selalu ada kesempatan dan harapan. Maka, terus meneruslah pelihara harapan itu atau kita akan menjadi manusia yang tak berguna.
Jika hari ini Anda masih pengangguran, maka jangan putus asa untuk terus menerus memasukkan lamaran kerja, bertanya ke banyak orang, mendatangi job expo, membuka internet yang terkait dengan lowongan kerja, membaca info lowongan kerja dan terus beraktivitas yang positif untuk membangun diri dari sisi keterampilan, intelektual, emosional dan spiritual.
Untuk apa lagi saya harus keluarkan biaya untuk kursus, sekolah atau ongkos ke sana ke mari untuk mencari kerja? Waduh, saudaraku, itu kan investasi. Investasi itu akan bisa dinikmati segera, nanti atau bahkan suatu saat nanti. Jangan rugi kalau kita melakukan investasi selama tujuannya memang jelas. Terus-terus lah berusaha. Karena harapan itu selalu ada selama semangat tetap dijaga dan dipelihara. Ingat, tidak ada sesuatu yang tak mungkin. Jika kita merasa tidak mungkin mengerjakan sesuatu, jeda dulu saja, lalu mulai kembali mempelajarinya, mencobanya dan terus mencoba. Semoga sukses bersama kita...






Selesaikan Bacanya!......

Mewujudkan Jabar Kreatif

KRISIS global terus menelan korban. Bangkrutnya beberapa korporasi, ketatnya pengucuran kredit perbankan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur seperti tekstil, alas kaki, furnitur dan yang lainnya terus terjadi. Korporasi besar yang masih bertahan nampaknya akan berhati-hati dalam berekspansi. Pertumbuhan ekonomi 5 persen di 2009 adalah angka yang paling realistis.



Kini hanya ada beberapa pelaku dan sektor industri yang bisa diharapkan bakal menjadi kekuatan penggerak ekonomi, yaitu pemerintah dan partai politik. Pemerintah dengan anggaran belanja tahun 2009 seribu triliun rupiah lebih harus menjadi stimulus ekonomi. Termasuk kebijakan untuk menggenjot kredit perumahan kelas menengah ke bawah dan kredit motor serta menurunkan harga BBM (premium dan solar) ke Rp 4.500 per 15 Januari 2009 adalah salah satu kebijakan penting. Demikian juga partai politik, kampanye yang besar-besaran dengan dana triliunan rupiah diyakini akan menggerakkan ekonomi nasional yang tengah terpuruk.
Harapan itu ada, namun apakah akan selamanya begini? Adakah potensi besar yang harusnya disyukuri dan menjadi penopang menuju kemandirian ekonomi? Pada kontek Jawa Barat, misalnya, beberapa industri diperkirakan akan segera melakukan PHK, karena dampak krisis, menyusul menurunnya order dari pasar Eropa dan Amerika Serikat. Dengan jumlah pengangguran yang bakal meningkat, apakah program padat karya yang sifatnya insidental saja yang bisa diandalkan? Bukankah sebaiknya dana bantuan sosial ekonomi yang disalurkan bisa menggerakan ekonomi berbasis masyarakat lokal.

Ekonomi Kreatif
Sebagai bangsa yang kaya sumber daya alam dan keragaman budaya, kita harus menyadari potensi ekonomi yang berasal dari gagasan kreatif masyarakat. Masyarakat Indonesia, apalagi masyarakat Jawa Barat, telah menyatukan diri dengan budaya dan alam sehingga melahirkan pelbagai produk yang unik dan kreatif.
Pada dasarnya kreativitas manusia dibagi ke dalam dua bentuk, yakni: kreativitas berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge based) dan kreativitas berbasis seni (artistic based). Saat ini, kedua jenis kreativitas ini harus menyatu di berbagai produk sehingga mampu melahirkan kegiatan ekonomi yang sangat besar. Sederhananya, produk teknologi yang didukung seni ataupun produk seni yang didukung teknologi merupakan pilar ekonomi. Ketika produk di atas memasuki pasar, maka didalamnya terdapat potensi ekonomi yang sangat besar. Sektor industri seperti ini populer dengan sebutan industri kreatif. Lahirnya produk ditentukan oleh gagasan-gagasan layak jual yang kreatif dan inovatif.
Ekonomi kreatif adalah sistem perekonomian yang menjadikan kreativitas dan kemampuan intelektual sebagai dagangannya. Ekonomi ini memanfaatkan kreativitas, keterampilan, dan bakat seseorang untuk menciptakan kesejahteraan finansial dan lapangan pekerjaan. Kemampuan seseorang berpikir dan menciptakan gagasan kreatif sangat penting dalam perkembangan industri kreatif.
Kreativitas dapat dihasilkan oleh siapapun tanpa mengenal batas wilayah, umur ataupun golongan. Ada 14 jenis industri kreatif yang berpotensi besar untuk ekspor, seperti film, animasi, software, kerajinan, musik, EO, interior design dan barang-barang yang berbasis pengolahan limbah. Industri kreatif tersebut mempunyai pasar di Eropa dan Timur Tengah, dan Amerika Serikat (Kontan, 23/12/2008).
Departemen Perdaganan (Depdag) mencatat 15 cakupan bidang ekonomi kreatif: (1. Jasa periklanan; (2. Arsitektur; (3. Senirupa; (4. Kerajinan; (5. Desain; (6. Mode (fashion); (7. Film; (8. Musik; (9. Seni pertunjukan; (10. Penerbitan; (11. Riset dan pengembangan; (12. Software; (13. TV dan Radio; (14. Mainan; (15. Video game.
Menurut Agung Bawantara (Most Wanted Creative Jobs, 2007: 2-6), di negara maju Inggris, industri kreatif digenjot untuk menggerakkan perekonomian negara. Hebatnya, sumbangan industri kreatif di negeri ini mencapai 8,7 persen yang melampaui pendapatan Inggris dari sektor industri manufaktur. Lain lagi dengan Negara Singapura. Di Negara ini, industri kreatif menyumbang pendapatan Negara hingga mencapi 47 triliun rupiah per tahun. Di Korea, geliat industri kreatif mengalami pertumbuhan sekitar 20 persen per tahun dan berada pada posisi kedua setelah industri finansial.
Industri kreatif Indonesia menyumbangkan sekitar 4,75% dari Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia pada 2006, berada di atas sektor listrik, gas, dan air bersih. Laju pertumbuhan industri kreatif Indonesia tahun 2006 juga sebesar 7,3% per tahun, melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,6%. (Bisnis Indonesia, 24/10/2007).
Maka pemerintah Indonesia, dalam menunjang keajegan industri kreatif, pada tahun 2006 meluncurkan Indonesian Design Power 2006-2010. Ini dilakukan untuk menggenjot industri kreatif sehingga mampu memberikan pendapatan Negara sebesar 10 persen pada tahun 2016. melihat potensi Negara ini, dengan kekayaan budaya dan alam, optimisme mewujudkan program itu bukan isapan jempol. Tentunya dengan memperhatikan pranata pendukung yang dapat mewujudkan cita-cita 10 persen pada tahun 2016.
Pranata yang mesti diperhatikan dalam mengembangkan industri kreatif adalah mulai dari masyarakat lokal, institusi formal (pemerintah), lembaga pendidikan, agen, studio, toko sampai pada keberadaan komunitas dan institusi mesti melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghimpun berbagai pengetahuan dan informasi yang terkait dengan industri kreatif. Aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan kreativitas, mulai dari proses sampai pemanfaatan sarana informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perkembangan ekonomi kreatif, sisi teknologi dan prospek bisnis adalah komoditas yang harus mulai digarap serius.

Mewujudkan Jabar kreatif
Untuk konteks Jawa Barat, potensi ekonomi kreatif telah ada namun perlu kebijakan khusus untuk mengembangkannya. Misalnya, industri kreatif di Kota Bandung, sebagai kota yang dihuni 60 persen kalangan muda di bawah 40 tahun dan tempat berkembangnya perguruan tinggi, industri kreatif tumbuh pesat. Hal ini merupakan potensi besar bagi perkembangan industri kreatif di Jawa Barat. Apalagi sektor industri kreatif menyumbang 7,8 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat. (www.tempointeraktive.com).
Badan Pusat Statistik tahun 2005 menyebutkan, setidaknya ada 15 sektor industri kreatif yang tumbuh subur di Jawa Barat. Di antaranya periklanan, arsitektur, pameran dan festival, kerajinan, desain, fesyen (Clothing, footwear dan apparel), film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukkan, penerbitan dan percetakan, jasa komputer dan piranti lunak, riset dan pengembangan serta kuliner.
Penting kiranya mendorong kemampuan masyarakat (individu) agar mampu berkreasi dan menjadi bagian dari sektor industri kreatif. Maka, dua hal yang penting diperhatikan untuk mendorong tumbuhnya budaya kreatif, yaitu: pertama, pemanfaatan internet dan saluran informasi (information tool) untuk dapat memetik dan mempelajari kreativitas dunia; dan kedua, menciptakan pasar domestic dan pasar ekspor yang menyerap berbagai produk kreatif ini. Ketiga, tdengan cara menggandeng komunitas kreatif.
Kita tidak bisa berharap kepada APBD dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN 2009 yang mencapai Rp 23,969 triliun. Itu hanya stimulus saja. Jawa Barat punya potensi ekonomi kreatif yang besar dan unik. Unik karena tiap daerah punya ciri khas dan terbukti menjadi penggerak ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Tahu Cibuntu, tahu Sumedang, ubi Cilembu, Tas dan Sepatu Cibaduyut, Kerajinan Rotan Cirebon, kerajinan kulit Garut, dodol Garut, Factory Outlet Kota Bandung, dan sederet potensi ekonomi kreatif yang tak tertandingi dan telah melakukan kegiatan ekspor. Industri ini tak pernah mati karena menjadi bagian dari budaya masyarakat. Namun tak bisa tumbuh pesat karena belum ada sentuhan serius dari pemerintah. Pemerintah daerah tidak perlu mencari-cari ke luar daerah apalagi ke luar negeri. Kita telah punya potensi, tinggal dikembangkan dan dikelola dengan baik.
ITB, IPB, UIN Bandung, UPI dan kampus terkemuka lain ada di Jawa Barat. Mengapa tidak, industri kreatif berbasis teknologi dikembangkan melalui kerjasama pemerintah daerah dengan kalangan akademik. Sinergi stakeholder terkait; pemerintah, komunitas kreatif, dunia usaha, kampus dan masyarakat lokal menjadi penting dilakukan untuk membangun industri kreatif ini.
Ke depan, konsep one village one product (OVOP) bisa dikembangkan, bukan hanya berorientasi pada pasar domestik, tapi juga pasar dunia. Ini soal political will dan merupakan bagian dari pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sesungguhnya. Jika ini dikelola dengan serius dan sinergi antar stakeholder tercipta dengan baik, bukan mustahil jika toko sepatu Cibaduyut menjamur di Eropa, dodol Garut jadi menu orang Asia dan sebagainya. Wallahu'alam

Artikel ini ditayangkan di Harian Pikiran Rakyat, 18 Februari 2009
Selesaikan Bacanya!......

Senin, 09 Februari 2009

Produktif lah, Atau Mati Saja...

Seperti tubuh, bangsa ini tengah sakit keras. Maka jangan lah terus dibuat sakit. Karena bukan mustahil kematian akan segera menjemput jika terapi dan obat penawarnya tidak segera dimakan.


Namun, mesti diingat, obat penawar itu tak mungkin ampuh, jika kita sendiri tidak yakin, tidak ada sugesti, bahwa dengan memakan obat itu akan sembuh. Jadi, hal pertama yang harus dikuatkan adalah keyakinan bahwa masih ada obat, masih ada harapan dan kita bersama akan sembuh dari sakit. Jika persepsi kita yakin akan sehat, kita akan sehat, demikian sebaliknya.
Sakit apakah bangsa ini? Mari kita diagnosa satu persatu sekaligus mencari dan menjadi obat penyembuh. Mencari obat dengan cara mengidentifikasi masalah, melokalisir dan menemukan faktor penyebabnya. Lalu mencari obatnya. Mencari obat saja tidak cukup, tapi menjadi bagian dari upaya menyembuhkan tubuh yang sakit itu.
Saya kira bangsa ini membutuhkan manusia-manusia yang bukan sekedar pengamat, mampu mengidentifikasi masalah atau penyakit (tentu dengan data-data yang kuat dan akurat tentunya) tapi juga pelaksana, leader yang mengeksekusi suatu keputusan dari hasil diagnosa atas suatu masalah atau penyakit.
Dalam kondisi tidak normal, menjadi pasien dan dokter sekaligus adalah mungkin. Jadi dokter atas berbagai macam penyakit harus bisa dilakukan.
Dari sekian banyak penyakit yang diderita bangsa ini, salah satunya adalah budaya malas. Etos kerja anak bangsa ini rendah. Lebih senang tangan di bawah (meminta) dibandingkan tangah di atas (memberi). Lihat saja, dari mulai pengemis jalanan sampai pengemis elit, berdasi, atasnama lobi dan proyek dengan menggunakan proposal tipu-tipu bergentayangan di berbagai lingkungan, lembaga dan instansi.
Obat malas tentunya rajin. Namun menjadi "Me-rajin" itu bukan perkara gampang. Ada setumpuk dan segerombolan pengganggu untuk menjadi manusia rajin. Dalam bahasa ekonominya, rajin dapat berarti produktif. Rumusnya, output lebih besar dari pada input karena proses produksi berjalan efektif, ekonomis dan efisien.
Secara filosofi, produktivitas didefinisikan sebagai suatu pandangan hidup bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Secara ekonomis, produktivitas didefinisikan meningkatkan nilai tambah dan mengurangi pemborosan. Hal ini dilakukan dengan peningkatan efisiensi, efektifitas dan kualitas. Secara teknis, produktivitas didefinisikan sebagai perbandingan antara output dengan input.
Waktu kecil, kita diajari pribahasa; rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya. Mungkin itu konteknya dalam hal belajar. Tentu kita bisa pahami dan memang demikian adanya. Namun tentu harus ditambahkan lagi, rajin pangkal kaya. Rajin bekerja atau produktif pangkal kaya.
Produktif disini, seiring dengan majunya peradaban manusia dimana teknologi dan informasi semakin canggih, bukan sekedar kerja keras, namun dalam bahasa beberapa kawan saya, bekerja keras dan cerdas. Bukan hanya mengandalkan otot, tapi otak dan tentunya hati nurani.
Mari kita lihat hasil survey. Tingkat produktivitas Indonesia menurut IDM World Competitivieness Year Book 2005, berada pada peringkat 59 dari 60 negara yang disurvey. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat daya tahan dan daya saing masih rendah sehingga menyebabkan sulitnya mencapai pemulihan dari krisis ekonomi.
Gerombolan pengganggu itu adalah pandangan; mengapa harus bekerja keras, tetangga sebelah saja yang kerjanya santai, kaya raya. Ini jelas pandangan salah. Bisa saja tetangga yang santai itu kaya raya itu hasil dari kerja cerdas.
Bukankah saat ini, dengan kecanggihan teknologi, kerja bisa dilakukan di rumah, tanpa sekat kantor dan jam kerja yang kaku. Internet, 3 G, dan berbagai perangkat teknologi informasi menjadikan dunia ini tak bersekat, menjadi desa buana (global village) yang dapat dijangkau tanpa kehadiran fisik langsung, namun melalui perantara teknologi informasi tersebut.
Kemungkinan kedua, tetangga atau saudara yang kelihatannya bekerja santai karena dapat warisan, nyegik (kalau kita percaya hal ini), atau korupsi. Jika demikian kondisinya, apa hebatnya? Bukankah semua agama mengajarkan, harta yang diperoleh dari cara-cara yang tidak benar tidak akan berkah. Jika tidak hilang, hancur, dirampok, bisa juga habis oleh anak-anaknya nanti. Namun yang jelas, harta seperti tidak akan melahirkan kebahagiaan, percayalah 1000 persen akan konsep ini.
Jika demikian adanya, maka bekerja keras dan cerdaslah. Namun sebelum bekerja cerdas, tentu harus bekerja keras dulu. Sebelum menjadi direktur utama atau manager dulu, tentu harus jadi staf dulu, mengurus tetek bengek hal-hal yang sifatnya teknis dan administratif. Dengan karir yang meningkat, akan menjadi pengambil kebijakan. Pada level ini, bukan otot dan sedikit otak yang dipake (sebagaimana staf), tapi otak lah yang 90 persen dipake. Karena otak, informasi baik dari bacaan, data survey, masukan dari konsultan ataupun staf menjadi penting sebelum keputusan diambil. Keputusan yang baik lahir dari input informasi yang banyak dan baik.
Bekerja keras dan cerdas harus dinikmati. Jika tidak, segeralah beralih profesi. Bekerja keras dan cerdas adalah ibadah, demikianlah ajaran agama-agama. Max Weber bahkan yakin, kapitalisme, etos berusaha dan menjadi kaya di masyarakat Eropa karena pengaruh spirit etika protestan yang meyakini jika di dunia bekerja keras dan kaya raya, maka di akhirat, surga dan kebahagiaan adalah balasannya. Bagi Karl Marx, bekerja menjadikan manusia menemukan eksistensinya.
Dengan bekerja, manusia menemukan dirinya, memenuhi kebutuhan hidup, menggerakkan ekonomi dan memerankan fungsi kekhalifahan (wakil) di bumi. Dengan bekerja juga, ide, kreatifitas dan budaya manusia berkembang sepanjang zaman dengan sangat cepat.
Karena itu, bekerja keras lah dan jadikanlah prinsip produktif pangkal kaya sebagai jimat hidup. Ingat sebelum tidur dan sepanjang hari. Ketahuilah, Anda tidak akan mendapatkan rezeki lebih jika tidak bekerja lebih, di atas rata-rata. Anda tidak akan menjadi pemimpin jika hanya bekerja rata-rata.
Bangsa ini merindukan manusia-manusia produktif, kreatif, inovatif dan pekerja keras. Mari menjadi penyembuh tubuh yang makin sakit dan rapuh. Bangkit dengan semangat mengabdi pada diri sendiri dan bangsa. Seperti laskar pelangi, menjadikan mimpi sebagai kekuatan penggairah untuk belajar, bekerja dan meraih cita-cita. Bukankah itu artinya hidup kita akan mulia. Produktif lah sepanjang hidup. Atau jika tidak bisa, lebih baik jadi mayat saja. Wallahuálam

Selesaikan Bacanya!......

Sabtu, 07 Februari 2009

Peran Kebangsaan Orang Sunda

Dunia yang mengglobal seperti sekarang ini seakan sudah tidak memiliki sekat-sekat budaya dan batas geografis sebuah bangsa atau negara. Dunia telah menjadi desa buana (global village) yang nyata dan semakin dekat satu sama lainnya. Batas-batas kultural pun semakin tergoyahkan. Karena antar satu bangsa antara satu sama lain begitu intensnya berinteraksi baik secara kultural bahkan secara politik ideologis. Hanya masyarakat pedalaman saja yang nampaknya belum merasakan dahsyatnya globalisasi yang disertai dengan kuatnya arus informasi.

Hampir seluruh wilayah dalam bumi ini telah didekatkan sedemikian rupaApa yang dihasilkan globalisasi salah satunya adalah digoyahkannya nilai-nilai tradisional. Nilai yang selama ini dipertahankan, seiring dengan arus informasi dan kultural yang luar biasa, secara gradual mulai ditinggalkan. Ikatan primordial hanya menguat disaat terjadinya politisasi kepentingan tertentu atau disaat-saat tertentu. Selebihnya, individu telah menjadi "manusia modular" (meminjam istilah Giddens) sebagai warga desa buana (global village). Rasa kebangsaan melemah, karena dunia ini tidak tersekat oleh batas geografis dan kebangsaan.
Indonesia sebagai sebuah bangsa dalam sejarah kerap ditantang oleh berbagai gerakan separatisme. Sebagai sebuah bangsa yang memiliki banyak suku bangsa, Indonesia adalah imaji kebangsaan yang rentan untuk dihancurkan. Karena sejarah Nusantara adalah sejarah kerajaan-kerajaan dengan apiliasi atas tradisi dan agama tertentu yang saling berperang satu sama lain. Berperang dengan dilandasi oleh semangat mempertahankan, merebut dan memperluas daerah kekuasaan atau penyebaran agama tertentu.
Persoalan Indonesia sangat sensitif yang memerlukan penyelesaian yang hati-hati dan komprehensif. Pertama, dominasi satu suku atas suku lain. Jawaisme, begitulah kira-kira penyebutannya adalah realitas politik yang telah dibangun Soeharto, hal ini mau tidak mau menyebabkan kecemburuan sosial yang menyebabkan semakin akutnya ketegangan bahkan pertikaian antar suku. Jawa, mesti diakui menjadi etnis yang dominan dalam bidang politik dan institusi. Kedua, para warga keturunan yang masih dianggap sebagai keturunan asing. Kasus 14 Mei adalah salah satu contohnya, betapa negara (baca:Soeharto) telah menggunakan sentimen etnis ini untuk melakukan penguasaan dan adu domba antar etnis. Kini patut berbahagia, berkat prakarsa Gus Dur, sewaktu menjadi Presiden, etnis Tionghoa mendapat tempat tersendiri. Demikian halnya dengan pemerintahan Megawati dan SBY, etnis Tionghia kini menjadi anak bangsa yang tak terpisah dari Indonesia. Ketiga, persoalan agama yang bagaimana pun kecurigaan antar agama telah menyebabkan kerusuhan yang belum terselesaikan sampai hari ini, letupannya masih mungkin terjadi.
Di era Orde Baru, nasionalisme adalah milik negara dan didoktrinasikan kepada daerah atau etnis. Nalar nasionalisme (kebangsaan) bukan lagi milik masyarakat atau etnis, tetapi milik rezim yang dipaksakan oleh militer. Dalam kondisi ini, daerah atau etnis tidak memiliki wewenang untuk menafsirkan rasa kebangsaannya sendiri. Proses hegemoni ini berlangsung cukup lama dan telah membuat api dalam sekam. Itu semua dilakukan demi stabilitas keamanan dan politik negara. Padahal, rasa kebangsaan itu tidak lahir dari paksaan, melainkan lahir dari "imaji kebersamaan" sebagai sebuah bangsa. "Imaji kebangsaan Indonesia" itu melampaui primordialisme, dan diikat oleh kenyataan historis kesepakatan para pendiri bangsa. Rasa kebangsaan akan bertahan apabila dibina dengan rasa berkeadilan dan persamaan antar semua warga bangsa. Oleh karena nasionalisme adalah milik semua etnis dan warga bangsa, setiap etnis harus merumuskan semangat kebangsaannya setiap saat, dengan menengok kesadaran sejarah etnis itu sendiri.
Rasa Kebangsaan Orang Sunda
Dalam masyarakat politik Indonesia, "bangsa" dan "negara" bersanding seolah-olah tidak pernah ada persoalan antara keduanya. Padahal, bangsa adalah sesuatu yang terbang, imagined, tetapi bukan imajiner. Ia adalah komunitas politis dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara inhern sekaligus berkedaulatan. Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu yang pada hakekatnya bersifat terbatas dalam pengertian memiliki garis-garis perbatasan yang mesti elastis. Bangsa juga dibayangkan sebagai sesuatu yang berdaulat. Konsep ini lahir dalam kurun dimana pencerahan dan revolusi memporakporandakan rasa kesukuan. Sebagai sebuah komunitas, bangsa diyakini sebagai kesetiakawanan yang menjadi kesadaran terdalam individu komunitas. Bangsa adalah suatu proyeksi ke depan dan ke belakang untuk dikerjakan, diolah, sehingga bangsa menjadi sesuatu yang nyata. Bangsa hadir sebagai proses formasi yang "mengada" tanpa "lahir" dan mengisi kehadirannya dalam suatu proyek kediriannya yang ragam.
Dalam hubungan itu, masyarakat dalam citra keindonesiaan adalah proyek bersama semua komponen bangsa dan etnis. Ada "urun rembug"-rampak gawe- bersama dalam bayangan masing-masing yang bukan hanya membayangkan dirinya terlibat dalam bangsa dan kebangsaan akan tetapi membayangkan dirinya "mupuhuan" (memimpin dan memiliki) bahkan sedang menjalankan tugas berbangsa. Bayang-bayang citra Indonesia ada dalam bayang-bayang etnis Sunda, Jawa, Bugis, Makasar dan lain-lain. Bayangan kebangsaan ini harus terus dipertahankan oleh generasi bangsa. Tetapi bukan dengan indoktrinasi dan hegemoni, melainkan dengan rasa keadilan dan persamaan antara semua warga bangsa.
Nasionalisme Indonesia adalah pandangan kelokalan yang menafsir dan merasakan diri menjadi bagian tak terpisahkan diri dari komunitas bayangan Indonesia. Dalam pengertian lain, daerah (baca:etnis) membaca pusat kekuasaan dengan semangat etnisitas dalam lingkup kesadaran kebangsaan. Hakekat nasionalisme Indonesia sudah seharusnya dikembalikan kepada posisi yang seharusnya yakni nasionalisme yang multi etnik dan multi kultural. Keadilan, persamaan kedudukan sebagai warga bangsa adalah modal dan "ragi perekat" rasa kebangsaan tersebut.
Bagi etnis Sunda sendiri, dimana Sunda menjadi etnis terbesar ke dua setelah Jawa, citraannya atas Indonesia memiliki nuansanya tersendiri. Semasa pergerakan nasional, Otto Iskandar Dinata meneriakkan pekik "merdeka" pertama kali. Muhammad Toha, tokoh di balik "Bandung lautan api" adalah salah satu contoh peran sunda dan imaji orang sunda atas bangsa. Demi mempertahankan Indonesia, Bandung dibumihanguskan. Bukan karena Sunda berada di pulau Jawa. Tetapi, orang Sunda merasa menjadi bagian dari imaji kebangsaan yang bernama Indonesia yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Padahal, orang Sunda sangat mungkin mendirikan negara Pasundan. Bahkan, bukankah DI/TII pusat gerakannya ada di Jawa Barat. Mengapa inohong Sunda saat itu tidak mendirikan atau mendukung kedua gerakan yang dianggap memberontak oleh Pemerintah Pusat saat itu. Orang Sunda adalah masyarakat yang tetap menjaga janji para karuhun yang menyatakan bersama dan menyatu dalam negara Indonesia.
Begitu juga hari ini, peran sunda dalam "ngaheuyek" negara sangat tidak di ragukan lagi. Sesungguhnya peran baru yang mesti di ciptakan adalah bagaimana dihadirkan upaya bagi bangun kesadaran kelokalan-keindonesiaan. Etnis sunda sendiri telah menunjukkan upayanya yang sungguh-sungguh bagi upaya "ngaping ngajaring" bangsa. Sebab bagi orang Sunda, "dina diri urang Sunda aya Indonesia". Ketika orang Sunda melakukan pembacaan ulang atas tradisinya sendiri jangan diartikan sebagai tindakan separatis atau tidak nasionalis. Karena "urang sunda" punya tafsiran yang pasti bagi bangun kebangsaan.
Demikian halnya, para inohong, pejabat negara yang beretnis sunda sangatlah banyak. Sebut saja, Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita, beberapa menteri dan tokoh nasional lainnya.
Adalah tugas bersama-sama dengan etnis lain untuk "ngaheuyek migawe" bangsa Indonesia. Dengan salah satu falsafah hidupnya, yaitu : "silih asah silih asih, silih asuh", orang Sunda mempunyai citraan tersendiri atas bangsa ini. Peranannya yang optimal tentunya diharapkan, betapa tidak, dengan prinsip itu, Sunda di harapkan tampil menjadi bagian tak terpisahkan dari proyek bersama bangsa. Orang Sunda mesti siap makalangan dan memberi corak, bersama corak-corak yang lain, dalam mewarnai bangsa. Orang Sunda harus memimpin daerah dan bangsanya bukan sebagai kepentingan kelompok atau orang Sunda semata, melainkan demi kebersamaan dalam sebuah bangsa yang bernama Indonesia. Wallaahu’alam.

Selesaikan Bacanya!......

Pluralisme Islam dan Tantangannya

Semula, para pemeluk agama hidup dalam komunalitas beragama yang sama. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, kehidupan bersama dengan pemeluk agama lain adalah keniscayaan. Pemeluk suatu agama berada dalam masyarakat yang menganut agama berbeda satu sama lain. Kenyataan ini dapat kita lihat di kota-kota besar.

Pluralitas agama menjadi keniscayaan dan merupakan sunnatullah. Karenanya diperlukan sikap teologis yang sesuai dengan kepluralan situasi keberagamaan yang ada. Dalam hal ini, pluralisme agama dapat dijadikan sebagai teologi alternatif. Pluralisme adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan yang melahirkan sikap toleran. Pluralisme berbeda halnya dengan relativisme. Relativisme melahirkan keyakinan bahwa semua agama benar. Sementara itu, pluralisme agama menegaskan keimanan sendiri, sembari menghargai keimanan yang lain ditengah beragamnya keyakinan teologis. Pluralisme mendorong tumbuhnya toleransi antar umat beragama.
Dalam diskursus teologi, konsep pluralisme agama paling tidak ada model yaitu pluralisme realistik dan pluralisme regulatif. Pluralisme realistik adalah pandangan bahwa semua agama merupakan jalan yang berbeda-beda, atau merupakan berbagai versi, dari suatu kebenaran yang sama. Pluralisme regulatif merupakan pandangan teologis yang menyatakan bahwa sementara berbagai agama memiliki nilai-nilai dan kepercayaan masing-masing, mereka mengalami suatu evolusi historis dan perkembangan ke arah suatu kebenaran bersama, hanya saja kebenaran bersama tersebut belum lagi terdefinisikan.
Sebagai umat beragama yang mayoritas, sudah seharusnya umat Islam menegaskan konsep teologis yang ramah dan menghargai agama lain. Umat Islam harus merumuskan dan melandaskan konsep hubungan antar umat beragama dengan pluralisme Islam. Term pluralisme Islam dimaknai sebagai konsep teologis yang menegaskan keyakinan akan kebenaran Islam, sembari menghargai keyakinan teologis yang lain ditengah beragamnya keyakinan teologis yang ada dan tumbuh di dunia. Pluralisme Islam disandarkan kepada ajaran al-Qur’an dan pengalaman historis di jaman Nabi.
Prinsip-Prinsip Pluralisme Islam
Adnan Aslan dalam karyanya yang berjudul “Religious Pluralism in Christian dan Islamic Philosophy; The Thought of John Hick and Seyyed Hossein Nasr” menjelaskan beberapa prinsip bagi konsep pluralisme Islam. Pertama, universalitas dan keragaman wahyu Tuhan kepada manusia ditegaskan Islam secara eksplisit mendukung universalitas wahyu Tuhan, yang memainkan peran penting dalam pemahaman Islam akan agama lain. Tuhan dalam al-Qur’an bukan hanya Tuhan kaum muslimin, tetapi Tuhan sekalian alam.
Tuhan semua manusia tidak akan membiarkan bangsa manapun dalam kegelapan, sebaliknya Dia menerangi mereka dengan mengutus para rasul (QS 10:47, QS 16:36, QS 35:24). Meskipun demikian, Tuhan tidak menyebutkan secara keseluruhan para nabi dan rasul itu dalam al-Qur’an (QS 40:78). Semua rasul itu berbicara tentang realitas yang sama dan menunjukkan kebenaran yang sama, pesan yang mereka sampaikan tidaklah identik dalam bentuk teologisnya. Hal ini terjadi karena ajaran tersebut disampaikan dengan menggunakan “bahasa” kaum tersebut. Maksudnya, ajaran tersebut telah “dilokalkan” sedemikian rupa sehingga selaras dan bisa diterima oleh budaya yang menjadi tujuannya. Seorang rasul tentu harus dapat berbicara dalam konteks kultural umat yang diberi pesan tersebut.
Kedua, keragaman ras, warna kulit, komunitas dan agama dipandang sebagai tanda rahmat dan keagungan Tuhan yang ditunjukkan melalui makhluk-Nya. Dengan demikian, kemajemukan adalah sesuatu yang bersifal alamiah. Kemajemukan juga menegaskan kondisi manusia yang terbatas. Pengakuan akan kemajemukan merupakan bentuk pengakuan pada keterbatasan manusia, sebaliknya menapikan kemajemukan merupakan sikap yang mengingkari sunnatullah.
Ketiga, setiap agama yang diwahyukan dapat disebut Islam, jika dipandang sebagai “sikap pasrah kepada Tuhan” (makna harfiah Islam). Al-Quran sendiri mengemukakan gagasan ini dengan menyatakan bahwa Islam bukanlah sekedar sebuah nama yang diberikan kepada suatu sistem keyakinan atau agama, tetapi juga nama tindakan pasrah kepada kehendak Tuhan (QS 3:67, QS 2:128).
Keempat, Islam mengajarkan bahwa menganut Islam harus didasarkan pada ketulusan, bukan paksaan (QS 2:256, QS 18:20, QS 10: 99). Apabila Islam disampaikan dengan kekerasan, jelas sangat bertentangan dengan pengertian Islam itu sendiri.
Kelima, pengertian Islam yang berarti sikap pasrah kepada kebenaran, menyebabkan tafsir atas ayat yang menyatakan bahwa agama yang diridlai oleh Allah adalah Islam harus dipahami bukan dalam pengertian Islam sebagai kelompok agama, tetapi sebagai ajaran yang ada semenjak Adam hingga Muhammad yang menjadi penyempurna risalah Tuhan kepada manusia.
Keenam, apabila kebenaran dan kebaikan hanyalah milik kaum muslimin dalam pengertian ekslusiv, maka bagaimana menghukumi kebaikan yang dilakukan oleh non-muslim. Pada problem “kebaikan sosial” inilah, teologi ekslusiv mengalami keterbatasan ketika harus menjelaskan mengenai kebaikan yang dilakukan oleh non-muslim yang mungkin dirasakan juga oleh kita sebagai muslim. Padahal dengan jelas Allah dalam al-Qur’an menyatakan bahwa setiap kebaikan sebesar atompun akan memperoleh balasan (QS 99:7-8). Apakah kebaikan yang dilakukan oleh non-muslim bukan merupakan kebaikan?
Kebenaran yang sesungguhnya adalah Tuhan itu sendiri, sehingga tidak ada keraguan bagi kebenaran Tuhan. Klaim kebenaran mutlak merupakan bentuk pengingkaran atas mutlaknya kebenaran Tuhan. Manusia dengan segala keterbatasannya hanya memiliki secuil kebenaran dan diwajibkan untuk berusaha mendekati sumber kebenaran itu sendiri.
Bagi kaum muslimin yang kesehariannya hidup bersama non-muslim dan merasakan kebaikan dari mereka, bukankah akan melahirkan problem teologis. Hal ini sangat dirasakan oleh Farid Esack yang kemudian menulis “Qur’an, Liberation and Pluralism. An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Against Oppression”. Bagi Esack, identifikasi kafir bagi non-muslim menjadi kabur, ketika ia bersama non-muslim di Afrika berjuang melawan politik apharteid. Apakah mereka layak disebut kafir hanya karena berbeda agama, sementara banyak kaum muslimin yang saat itu menjadi penjilat dan berpihak kepada pemerintah apharteid. Sementara itu, pengertian teologis tentang iman, kafir dan yang lainnya kita peroleh dari pemikiran kalam klasik yang juga tumbuh dalam pergolakan politik umat Islam saat itu.
Sifat dari suatu kebaikan dan kebenaran adalah universal. Kebaikan dan kebenaran hanya dapat dirasakan oleh nurani. Kebenaran dan kebaikan tidak mengenal primordialitas agama atau ras.
Ketujuh, berkaitan dengan problem keselamatan. Dalam hemat penulis, konsep keselamatan merupakan konsep teologis yang seharusnya diyakini secara dualistis. Sebagai seorang muslim, kita wajib meyakini sedalam-dalamnya, bahwa Islam adalah agama yang menyelamatkan. Disisi lain, persoalan keselamatan di dalam agama lain adalah urusan Tuhan. Manusia tidak memiliki pengetahuan apakah mereka yang berbeda agama akan memperoleh keselamatan. Bahwa kita meyakini hanya agama kitalah yang akan memberikan keselamatan, memang demikianlah seharusnya keimanan kita. Sementara itu, persoalan keselamatan pemeluk agama lain sebaiknya “ditunda” dan diserahkan kepada Tuhan. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan bagi seluruh agama, rasa dan golongan umat manusia yang ada dimuka bumi ini semenjak Adam hingga kiamat.
Salah satu sifat khas al-Qur’an adalah menghindari membuat penilaian umum atas kelompok masyarakat tertentu. Menjadi seorang muslim bukanlah jaminan untuk memperoleh keselamatan. Di samping beriman, seorang muslim harus berbuat baik dan juga berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan kehidupan moral yang sempurna. Muhammad yang jelas-jelas telah dima’shum, secara terus menerus selalu meningkatkan nilai ibadahnya. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memuji kesalehan kaum Ahli Kitab, disisi lain, mengkritik kaum Ahli Kitab. Demikian juga hal ini diarahkan kepada kaum muslimin. Dari sini dapat dijelaskan bahwa konsep keselamatan tidak harus menjadi konsep teologis ekslusiv, karena keselamatan hanya mungkin diperoleh dengan semaksimal mungkin mempertahankan keimanan dan meningkatkan ibadah baik yang berdimensi sosial (horizontal) maupun vertikal.

Beberapa Tantangan bagi Pluralisme Islam
Tantangan yang bersifat internal datang dari kalangan Islam radikal. Radikalisme Islam dalam pengertian keyakinan tauhid adalah kemutlakan bagi setiap muslim. Namun, ketika jalan kekerasan yang dipergunakan sebagai ekspresi iman, hal tersebut jelas bertentangan dengan makna dari Islam itu sendiri. Islam adalah ajaran yang dalam pengamalannya menimbulkan keselamatan dan kedamaian baik bagi penganutnya maupun yang ada disekelilingnya. Islam radikal adalah salah satu gerakan dalam Islam yang sering menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengekspresikan keimanannya.
Tantangan lain datang dari Islam politik. Hal ini terjadi karena, isu Islam sering dijadikan sebagai komoditas politik untuk menguntungkan kelompok tertentu. Friksi antar sesama umat Islam sering terjadi karena perbedaan pilihan politik. Pengalaman pada pemilihan umum beberapa waktu yang lalu sebagai contohnya.
Kecenderungan sebagian umat Islam yang belum mampu mengapresiasi perbedaan diantara sesama umat Islam adalah salah satu problem yang masih tumbuh dikalangan umat Islam. Masih kurangnya upaya saling menghargai ditingkat grass root umat terhadap perbedaan pandangan keagamaan merupakan problem mendasar dalam hubungan antar umat seagama.
Selain itu, tantangan yang dihadapi oleh pluralisme agama adalah sejarah panjang saling tidak percaya antara Islam dan Kristen. Isu keagamaan yang sangat mengganggu antara umat Islam dengan umat Kristiani adalah isu kristenisasi. Sebalik umat Kristiani tetap hidup dalam baying-bayang isu Islamisasi. Sebagai agama yang sama-sama memiliki klaim universalitas ajaran, memang sangat tidak bisa dihindari ketidakpercayaan satu sama lainnya. Kecurigaan akan Islamisasi dan Kristenisasi seakan tidak akan terselesaikan sampai kapanpun.
Berbagai bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh negara adi kuasa atas umat Islam dan perlakuan Israel atas Palestina diyakini sebagai akar tumbuhnya radikalisme agama. Salah satu faktor tumbuhnya radikalisme agama adalah ketidakadilan. Selama ketidakadilan masih ada, maka radikalisme agamapun akan tumbuh.
Penutup
Pluralisme Islam, demikian penulis menyebutnya, harus dipandang sebagai pandangan teologis yang berusaha untuk menegaskan keimanan yang dimiliki dan menghargai keyakinan teologis yang lain ditengah keragaman keyakinan teologis yang ada. Berbagai tantangan yang ada seyogyanya tidak menjadi penghalang bagi pengembangan konsep pluralisme dikalangan umat Islam. Berbagai tantangan tersebut harus diminimalisir dengan terus meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah dikalangan umat Islam. Umat Islam sesuai dengan sifatnya, harus mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu’alam

Selesaikan Bacanya!......

Hak dan Kewajiban Manusia

Hak dan Kewajiban Manusia

Kebebasan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Oleh kita, terkadang kebebasan dimaknai sebagai prilaku seenaknya. Lahirlah semangat kebebasan nilai dan individualisme dalam diri kita. Padahal, kebebasan melahirkan tanggungjawab yang mengandaikan adanya hak dan kewajiban manusia itu sendiri. Selama ini Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi grand issue dan ideologi global yang dituntut, mengapa kita bersama tidak mempertanyakan kewajiban manusia. Pertanyaan itu diajukan, karena persoalan kewajiban manusia adalah problem filosofis yang harus dijawab dan disadari.



Kebebasan Manusia

Manusia dalam pandangan tertentu didefinisikan berdasarkan keterhubungannya dengan Tuhan. Dan dari kerangka pemikiran ini pula, manusia dipahami segi kewajiban dan haknya (S H Nasr,2003). .Manusia pada dasarnya dapat dipandang sebagai makhluk Tuhan, dan dilain pihak manusia merupakan hasil dari alamnya. Maksudnya, manusia sebagai individu yang kongkrit merupakan produk dari masyarakat beserta budaya yang ada di dalamnya. Memandang dunia secara utuh merupakan salah satu tugas manusia. Karena sebagaimana kaum muslimin ketahui bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil ardli). Sebagai khalifah, manusia berkewajiban memakmurkan bumi dengan cara memanfaatkan seluruh sumber daya alam bersama yang lainnya dalam prinsip kedamaian dan keadilan. Selain itu, manusia harus secara aktif mengaktualkan diri dalam rangka mengukuhkan eksistensi dirinya dan orang lain dengan cara bersilaturrahmi. Silaturrahmi inilah yang akan melahirkan kehidupan damai sebagaimana diajarkan Islam.

Pada segi lain, manusia dengan bebas mempunyai dan menetapkan suatu tujuan. Yang menjadi soal adalah bagaimana manusia menghayati eksistensinya dalam kebebasan dan bagaimana mengatasi paradoks yang dihayati manusia, agar ia mampu mencapai kebebasan eksistensi sebagai pribadi. Karena bagaimanapun kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk berkehendak dan berusaha (ikhtiar), namun di sisi lain, kita memiliki keterbatasan yang karenanya kita harus bertawakal.

Menurut Islam, manusia diberikan kebebasan menentukan pilihan hidup untuk kembali kepada eksistensi yang alamiah (pra-manusiawi), atau mengembangkan diri hingga mencapai eksistensi dirinya yang lebih manusiawi. Pilihan pertama berarti memperturutkan hawa nafsunya, sementara pilihan kedua berarti mengikuti hati nurani. Bagi agamawan, agama diturunkan untuk membimbing manusia agar sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk primordial yang sakral. Manusia dalam mengembangkan potensi nalar, nurani dan keimanannya menjadikan dirinya menjadi manusia seutuhnya (insan kamil). Karena itu, apabila sebagai manusia kita hanya memperturutkan nafsu ekonomi semata, lantas apa bedanya manusia dengan binatang.

Apabila berbicara asal muasalnya, manusia tentu lebih rendah derajatnya dari malaikat dan setan. Akan tetapi karena akalnyalah yang menyebabkan manusia memiliki kreatifitas sehingga berkembang sebagaimana perkembangan peradaban dewasa ini. Kembali kepada eksistensi pra-manusia (binatang), akan menyebabkan manusia mengalami kemunduran mental-psikologis, sementara sebaliknya, apabila pilihan untuk menyempurnakan dan mengembangkan eksistensi yang kita pilih, berarti kita menyempurnakan kemanusiaan. Pilihan pertama dengan jelas akan membawa manusia kepada alienasi. Sementara pilihan kedua jelas akan membawa manusia kepada kebebasan dan keutuhan eksistensinya. Menjadi manusia berarti menjalin hubungan dengan sesama dan dunia.

Mengutif gagasan tentang kebebasan dari Erich Fromm, ada lima kebutuhan yang harus mampu dipenuhi manusia dalam melahirkan kebebasan “barunya”, yaitu: pertama, keterbukaan (hubungan); ada kenyataan bahwa manusia hidup sendiri, kenyataan itu menyebabkan manusia merasa tidak mampu hidup sendiri. Sebagai akibatnya manusia dituntut untuk mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain, harus merasakan perasaan hubungan dengan orang lain. Kedua, transendensi; erat hubungannya dengan hubungan manusia sesungguhnya harus melampaui peran pasif sebagai ciptaan, mengatasi sifat kebetulan dan pasifitas eksistensinya, dengan cara menjadi “pencipta”. Ketiga, keberakaran; dimana manusia harus menemukan kembali akar dirinya sebagai manusia dan ikatan alamiah yang mendasar adalah ikatan anak terhadap ibunya. Keempat, perasaan identitas; dari sinilah manusia sesungguhnya memerlukan identitas keluarga, budaya, ras sebagai rasa individualitasnya. Kelima, kerangka orientasi; manusia adalah makhluk berpikir. Pikiran manusialah yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan suatu gambaran realitas yang objektif tentang dunia. Dengan itulah manusia mengembangkan dunianya menjadi nyata.

Kebebasan lahir dalam konteks kesadaran untuk memperoleh kebebasan diri (individu) dan menghargai kebebasan yang lain. Dalam hal ini kita bersama tentu memerlukan satu konsensus dalam bentuk aturan bersama yang ditaati dan mengikat semua orang. Dengan demikian kebebasan melahirkan apa yang disebut tanggung jawab. Tanggung jawab inilah yang akan melahirkan hak dan kewajiban manusia. Dalam Islam, hubungan kewajiban dan hak manusia merupakan masalah prinsip dan penerimaan akan prinsip ini mewarnai alam budaya dan intelektual Islam (S H Nasr, 2003).



Hak Asasi Manusia

Isu global yang sangat berpengaruh saat ini diantaranya adalah isu mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut pemikiran Barat modern dan yang selama ini didoktrinasikan kepada masyarakat dunia secara global, terdapat beberapa hak dasar bagi manusia yang diantaranya adalah hak politik, hak untuk beragama atau tidak, hak ekonomi, hak hukum dan hak sosial. Hak politik termasuk didalamnya adalah kebebasan manusia untuk terlibat dan menentukan pilihan politiknya. Hak politik inilah yang mendorong ditumbuhkan kehidupan demokratis sebagai medium bagi pengakuan hak tersebut. Dalam kehidupan demokratis, diyakini hak politik individu akan dihargai dan akui.

Hak lainnya adalah hak untuk beragama atau tidak. Manusia sebagai makhluk yang rasional memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan untuk beragama, pindah agama ataupun tidak beragama. Hak ekonomi meliputi didalamnya adalah hak bagi setiap manusia untuk mendapatkan akses ekonomi dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Hak hukum meliputi hak untuk sama dan setara dihadapan hukum. Hak sosial diantaranya adalah merupakan hak bagi setiap individu untuk memperoleh jaminan sosial sehingga dapat hidup dengan layak. Setiap pelanggaran yang dilakukan atas hak tersebut akan melahirkan konsekuensi untuk mempertanggungjawabkannya secara hukum bagi setiap pelanggar. Dalam banyak kasus, pelanggarnya adalah negara (baca: pemerintah) yang otoriter.

Dalam Islam, hak asasi manusia itu sudah diakui secara inhern dalam kewajiban manusia atas Tuhan dan sesamanya. Menurut Seyyed Hossein Nasr, pengertian hak apabila ditinjau dari segi kata dasarnya yaitu kata “haqq” memiliki makna luas. Paling tidak kata “haqq” meliputi makna Tuhan, Al Quran (yang juga dinamakan al-haqq), hukum, tanggung jawab manusia di hadapan Tuhan dan Hukum-Nya, dan hak-hak serta tuntutan-tuntutan manusia.

Islam semenjak awal telah menumbuhkan dan mengakui adanya hak asasi bagi setiap individu. Sebagai contoh, Islam mengajarkanbahwa tidak ada paksaan untuk beriman (beragama). Di dalam hukum Islam, setiap non-Muslim diberikan hak yang sama untuk beribadah. Dari sini pula kita menemukan bahwa dihadapan hukum, setiap individu baik muslim maupun non-muslim memiliki kedudukan setara. Selain itu, Islam mengajarkan bahwa setiap individu memiliki hak ekonomi seperti kepemilikan harta benda. Dikarenakan secara natural ada sebagian yang kekurangan secara ekonomi (faqir), dan ada yang dilebihkan secara ekonomi (aghniya), maka Islam mengajarkan pentingnya zakat, infaq dan shadaqah.



Kewajiban Manusia

Dalam Islam, kewajiban manusia itu adalah menjadi pelayan Tuhan (‘abd) (QS 51:56). Karenanya, setiap perbuatan baik dikategorikan sebagai ibadah. Demikianlah tujuan manusia diciptakan Tuhan. Meski demikian, bukan berarti manusia hanya berkewajiban secara vertikal un sich, dalam bentuk ibadah sebagaimana diajarkan oleh Agama. Sebagai makhluk individual dan sosial, manusia memiliki kewajiban atas diri dan sesamanya baik sosial maupun lingkungan alam.

Kewajiban kepada dirinya memiliki makna bahwa manusia harus dapat menjaga dirinya dari segala hal yang merusak. Karenanya, Islam menganggap perbuatan bunuh diri sebagai dosa besar. Sebagai makhluk sakral dan tidak diciptakan oleh manusia itu sendiri, manusia bertanggung jawab untuk mengusahakan agar jiwa dan tubuh terjaga kesehatan dan keselamatannya.

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kewajiban atas keluarga dan masyarakat sekitarnya bahkan masyarakat global. Islam menyebutnya dengan peran kaum Muslimin sebagai rahmatan lil ‘alamin. Bukan hanya dengan sesama manusia, kita juga berkewajiban menjaga kelestarian alam. Hewan dan tumbuhan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, karena mereka sama halnya dengan manusia sebagai makhluk Tuhan.

Kebebasan manusia telah melahirkan tanggung jawab atas dirinya. Sebagai khalifah, manusia harus berusaha menyeimbangkan antara hak dan pemenuhan kewajibannya. Sebagai muslim, keseluruhan bentuk hak dan kewajibannya tidak terlepas dari hubungannya sebagai hamba Tuhan. Wallaahu’alam
Selesaikan Bacanya!......

Jumat, 06 Februari 2009

Takut Gagal? Kampungan Luh

Jika hari ini lebih baik dari kemarin, berbahagialah kita. Jika sama dengan kemarin, maka rugilah kita. Usia berkurang, tapi tidak kemajuan. Karena itu, harus ada upaya keras agar terus menjadi yang terbaik.

Seperti tololnya kapitalisme yang menggunakan uang kartal sebagai alat tukar. Kertas dan logam tak berharga itu, karena dijaga dan diberikan nilai yang dijamin negara menjadi berharga. Padahal, walapun nilainya triliunan, hanyalah setumpukan kertas yang nilai intrinsiknya sama dengan kertas biasa. Jadilah pasar uang sebagai ajang spekulasi dan menjadikan banyak manusia tak berdaya dan tak berdosa semakin miskin.
Ingatlah harga semangkuk mie bakso. Jika waktu sebelum tahun 90-an, harganya hanya Rp 25 atau bahkan Rp 10, kini harganya sudah Rp 5000. Jauh benar nilainya. Kalau halnya demikian, rugilah kita jika nilai kita hanya Rp 25 atau Rp 50. Karena jika hidup tahun 2009, uang Rp 50 itu bahkan sudah tidak ada lagi untuk bakso semangkuk, alias tidak laku, walau masih ada diangka.
Bangsa ini masih punya harapan untuk bangkit jika saja mereka kekuatan penggerak yang punya semangat baja untuk bangkit, tumbuh dan terus bertumbuh diberi ruang yang luas. Mereka para laskar pelangi yang siap untuk maju dan mengabdi.
Namun memang kini masih ironis, penyakit pengganggu masih ada yang lain. Penyakit itu adalah, jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah?
Ini soal pelayanan publik. Ini soal suap-menyuap. Ini soal sikap mental yang senang menjadi preman kecil dan besar, malak, mengutip duit dari kewenangan yang bisa diberikan.
Apakah karena gajinya yang kecil atau karena budaya serakah, konsumeris dan hedonis yang menguat. Budaya gengsi dan merasa iri jika saudara, tetangga atau teman ada yang lebih maju dan kaya. Ketika uang menjadi Tuhan, kebahagiaan hanya diukur dari kekayaan materi dan duniawi semata.
Penyakit mempersulit obatnya adalah kesadaran arti pentinya pengabdian dan pelayanan. Karena kesadaran, maka solusinya harus mengubah persepsi. Soal ini, tak cukup dengan menaikkan gaji sesuai dengan kebutuhan hidup, bimbingan mental dan spiritual juga harus ditekankan. Lebih penting lagi reward and punishment kepada pelayan terbaik dan terburuk.
Terkait dengan pelayanan publik, kita berharap peran KPK tidak sekedar mensurvey dan memperingkat, tapi juga melakukan pemberantasan dan pencegahan atas berbagi praktik suap dan pungutan liar yang tumbuh berkembang. Karena ini menjadi salah satu penyakit dan menyebabkan produktivitas kurang.
Produktivitas itu, tidak lahir oleh sikap mental dan budaya individu semata, tapi oleh lingkungan dan sistem budaya serta pelayanan yang dibuat. Apakah produktif, jika seharian harus berada di kantor Kelurahan untuk mengurus pembuatan KTP saja, misalnya. Kita kan jadi rugi waktu dan peluang. Akibatnya, daripada ribet, lebih baik pake jasa orang ketiga yang ngurus. Lahirlah praktik-praktik suap disini.
Sekali lagi, reward and punishment menjadi penting dalam hal ini. Demikian juga, penyediaan fasilitas yang memudahkan akses semua orang atas suatu hal. Bagaimana bisa buru-buru, kalau jalannya macet dan rusak? Bagaimana bisa efektif mengajar jika fasilitas mengajarnya tidak cukup? Bagaimana bisa cepat buat SIM, jika sistemnya dibuat susah dan berbagai kasus pelayanan publik yang harus diakui masih buruk.
Ayo berkaca kepada diri sendiri, ayo kita lawan praktik mempersulit orang lain demi jatah preman, duit portal karena kita penguasanya. Karena duit seperti itu tidak halal. Dimakan anak istri hanya akan menjadi penyakit malas, membangkang, bodoh dan berbagai problem rumah tangga lain. Sayang, soal ini tak banyak diantara kita yang yakin.
Selain itu, kita semua harus bersama-sama melawan berbagai upaya menyuap. Ingat kampanye kepolisian dipinggir jalan? "Penerima dan pemberi suap sama-sama melanggar hukum". Katakan tidak kepada mereka yang meminta jatah preman.
Peran lain adalah dari sisi penegakan hukum dan pemerintahan. Bukan rahasia lagi, berbagai pengurusan ijin membutuhkan biaya x rupiah. Sekali lagi, akibatnya Indonesia menjadi semakin tidak menarik. Serius dong berantas soal ini, karena bagaimanapun menjadi penyakit akut yang sangat merugikan perekonomian bangsa.
Kondisi ini yang kini menjadi salah satu penyakit kita sebagai bangsa Indonesia. Sebagai anak bangsa, mari bersama berlomba menjadi yang terbaik, tentu dengan cara yang benar baik secara hukum maupun agama. Atau kalau susah mencari ukurannya, pakelah hatinurani.
Katakan tidak pada penyuapan. Lawan segala bentuk penyakit yang mempersulit. Buanglah duri di jalan, karena itu sebagian dari iman. Buanglah berbagai penghalang kemajuan dan kejayaan, karena buahnya, walau tidak dinikmati saat ini, anak cucu yang akan menikmati. Atau, akan kita wariskan dosa dan setumpuk persoalan. Lalu bangsa bernama Indonesia ini menghilang. Yang ada tinggal bangsa Aceh, Papua, Medan, Sunda dan sebagainya.
Pada lingkup kecil seperti perusahaan, menjadi lebih baik dari kemarin akan mendorong perusahaan semakin maju. Kalau tidak, siap-siaplah di-PHK, atau paling tidak karir jalan ditempat. Terlebih krisis global yang kini sudah terasa menyebabkan melambatnya ekonomi. Pertumbuhan ekonomi 4-5 persen adalah angka yang realistis.
Pada lingkup lebih kecil lagi seperti keluarga, menjadi lebih baik dari kemarin akan meneguk kebahagiaan dan kehormatan. Kalau tidak, ketidakharmonisan dan perceraian akan segera tiba.
Evaluasi, mengkritisi sendiri, belajar dan terus meningkatkan kemampuan adalah kuncinya. Jika pun Anda merasa tidak berguna karena saat ini hanya sebagai pengangguran, bukan PNS atau karyawan swasta besar, bukan berarti kiamat. Terusmeneruslah belajar, karena kebaikan yang ditanam adalah investasi yang buahnya pasti akan dipetik suatu saat, jika tidak saat ini. Beramal kebaikan pasti dibalas 700 keberkahan. Kebaikan itu macam ragamnya. Anda menulis dan membaca tulisan ini pun adalah ibadah. Anda berjalan ke luar rumah untuk mencari rizki yang halal, walaupun akhirnya tidak mendapatkan apa-apa, itu adalah ibadah. Anda memberikan minum anjing kehausan pun adalah ibadah. Ibadah itu bukan sekedar shalat, kebaktian ke gereja atau menyembah Tuhan. Ibadah artinya menemukan eksistensi diri, melayani diri, orang lain, lingkungan, alam dan Tuhan.
Dengan begitu, kita akan menjadi manusia yang terus memanusia. Bukan sekedar ada, tapi benar-benar Ada. Nilai kita terhadap hidup tak harus mengalama tekanan inflasi tinggi, tapi di level yang wajar saja. Dengan begitu, hidup ini lebih bermakna, bermanfaat dan memberi added value kepada banyak orang. Khoirunnas Anfaúhum linnnas. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain.
Bagaimana kita bisa bermanfaat jika kehidupan sendiri saja payah, tak berdaya dan mengharapkan belas kasih orang terus. Berusaha, gagal adalah pilihan saja. Karena tidak semua usaha akan berhasil. Sam Walton, pendiri Wal-Mart mengingatkan, rayakan sukses Anda dan temukan humor dalam kegagalan Anda. Jangan terlalu serius. Rileks dan orang-orang disekitar Anda akan rileks. Bersenang senang dan selalu tunjukan antusiasme. Jika semua ini gagal, kenakan kostum dan nyanyi lagu gila-gilaan. Takut gagal? Kampungan luh.



Selesaikan Bacanya!......

Pengelola

Foto saya
Pewarta di Jawa Pos Group, staf pengajar filsafat di UIN Bandung, dan Aktivis di Muhammadiyah. Asli urang Sukabumi dan menyelesaikan studi S2 Ekonomi Syariah di Universitas Indonesia (UI) tahun 2010. Alumni Jurusan Aqidah Filsafat UIN Bandung ini yakin bahwa berbagi kasih adalah misi suci setiap agama di muka bumi. Berbagi tidak mengurangi milik kita, tapi akan menambahkannya, sebagaimana janji-Nya.