Senin, 14 September 2009

Yang Terbaik

Benarkah kita gagal ketika rencana yang telah ditetapkan tidak tercapai? Dalam sudut pandang sebagai manusia yang memiliki keinginan, mungkin ia. Sesal, kecewa, sedih dan marah bercampuraduk.


Sadari dan tanamkan dalam hati dan pikiran, dibalik sesuatu yang dinilai gagal itu sesungguhnya ada hikmah. Bukankah yang terbaik selalu diminta kepada Allah Swt. Allah Yang Maha Rahman dan Rahim selalu memberi yang terbaik, bukan yang selalu diinginkan. Ilustrasinya, sebagai orang tua, apakah kita akan memberikan pisau kepada anak terkasih, sementara pisau itu akan digunakan untuk gagah-gagahan atau menakuti orang lain? Tidak kan. Apakah itu artinya tidak memenuhi keinginan anak? Kita memberikan yang terbaik untuk anak, bukan memenuhi keinginan anak. Faktanya, keinginan dan yang terbaik itu ada kalanya sama, ada saat berbeda. Di sini lah maksud dari firmannya dalam QS Al-Mu'min (40): 60:”Berdo’alah kepada ku, maka akan aku menerima doa kalian.”
Allah Swt pasti akan memenuhi doa, baik langsung atau tidak langsung dan memberikan yang terbaik bagi makhluk-Nya, bukan karena keinginan makhluk-Nya. Karena keinginan itu belum tentu sesuai dengan kadar, kemampuan atau kondisi terbaik makhluk-Nya.
Ini lah yang dimaksud takdir. Secara etimologis, takdir (taqdir) berasal dari kata qaddara. Akar katanya adalah qadara yang diartikan ukuran, memberi kadar atau mengukur. Dengan demikian, sebagai pencipta (khaliq), Allah Yang Maha Kuasa telah menetapkan ukuran, batas tertentu dalam ciptaan-Nya. Seperti produsen yang tahu betul kualitas produk yang dipasarkannya.
Dalam al-Qur’an al-Karim, ada banyak ayat yang berbicara tentang takdir, antara lain dalam QS Al-Furqan (25): 2, Ya Sin (36): 38-39, Al-Shaffat (37): 96, Al-A’la (87): 1-3, dan seterusnya. Dalam QS Al-A’la (87): 1-3 disebutkan: “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi; Yang menciptkan semua makhluk dan menyempurnakannya; Yang memberi takdir kemudian mengarahkannya.”
Keyakinan akan takdir bukan berarti membuat kita pasrah apalagi putus asa. Putus asa sangat dibenci Allah Swt. Allah Yang Maha Kuasa hanya menetapkan batas kemampuan dan ukuran makhluknya saja. Berusaha keras sampai darah tinggal satu aliran, nafas satu helaan adalah wajib hukumnya. Setelah seluruh daya upaya terbaik dilakukan, bertawakal dan memohonlah kepada Allah Swt yang terbaik. Terimalah dengan senyum apapun hasilnya, berusaha keraslah untuk meraihnya kembali jika dianggap masih belum maksimal. Jangan-jangan karena strategi, situasi dan kondisi yang belum pas. Bukankah dalam banyak hal, kita tidak tahu dimana batas kemampuan? Sementara kemampuan itu tumbuh seiring dengan bertambahnya pengalaman, ilmu dan kapasitas diri. Yang hari ini tidak mampu dilakukan, mungkin esok bisa.
Bersabar, pantang menyerah dan tawakal lah atas semua proses yang dijalani. Ini lah hidup, berbuatlah yang terbaik dan bermanfaat bagi diri, manusia dan lingkungan sekitar. Yakinlah, dengan berbagi dan bermanfaat bagi seluruh makhluk, Allah Yang Maha Rahman dan Rahim memberi kita yang terbaik. Wallahu’alam

2 komentar:

etikush mengatakan...

bener juga sih....

Dasam Syamsudin mengatakan...

etikush bilang bener... saya juga bilang betul...

Posting Komentar

Pengelola

Foto saya
Pewarta di Jawa Pos Group, staf pengajar filsafat di UIN Bandung, dan Aktivis di Muhammadiyah. Asli urang Sukabumi dan menyelesaikan studi S2 Ekonomi Syariah di Universitas Indonesia (UI) tahun 2010. Alumni Jurusan Aqidah Filsafat UIN Bandung ini yakin bahwa berbagi kasih adalah misi suci setiap agama di muka bumi. Berbagi tidak mengurangi milik kita, tapi akan menambahkannya, sebagaimana janji-Nya.