Memaksimalkan Ikhtiar
Oleh: Iu Rusliana
Menganggur itu menyakitkan, bukan hanya secara personal, tetapi juga secara sosial. Secara personal akan menyebabkan rasa percaya diri yang kurang, penghasilan yang tidak tetap, menyebabkan secara ekonomi, hidup masih kekurangan, atau bahkan tergantung kepada orang lain atau orang tua. Di negara yang menganut welfare state (negara kesejahteraan), pengangguran masih mendapatkan hak perlindungan sosial, agar hak dasar orang miskin dan penganggur terpenuhi.
Namun, di negara yang jelas-jelas dalam Undang Undang Dasar-nya pun telah disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara, tidak ada perlindungan yang nyata. Memang ada perlindungan sosial yang dilakukan oleh Departemen Sosial atau lembaga sosial yang diselenggarakan masyarakat, namun itu tidak mampu menyentuh akar persoalan dan bersifat parsial. Alih-alih menyelesaikan masalah, lebih parah lagi semakin memperumit masalah.
Secara sosial, penganguran bisa menjadi pemicu dari kerawanan sosial. Keluarga pun, kurang nyaman, tidak senang jika ada anggota keluarganya yang mengangur. Namun apa mau dikata, lapangan kerja sedikit, pencari kerja banyak. Kalau pun ada yang cocok, kompetensi yang dimiliki tidak mencukupi.
Kerawanan sosial yang disebabkan pengangguran bisa memicu konflik sosial. Anak muda akan mudah terganggu, tawuran dan melakukan aksi-aksi yang meresahkan masyarakat karena menjadi pengangguran. Ini persoalan yang hingga saat ini seakan tidak ada ujung penyelesaiannya.
Sebenarnya, ada banyak faktor mengapa seseorang itu menjadi pengangguran. Salah satunya lahir dari sikap mental manusia itu sendiri. Salah satunya sikap kurang kerja keras, mudah menyerah dan malas. Sikap mental ini lah yang membunuh kesempatan itu datang. Akhirnya, bukannya mendapatkan pekerjaan, karena kurang gesit dan tak yakin akan diterima dalam suatu pekerjaan, datangnya terlambat atau mudah menyerah.
Kalah sebelum bertanding, adalah sikap mental berbahaya. Mari kita introspeksi ke dalam diri sendiri, apakah kita punya sikap mental yang membahayakan dan mendekatkan kita kepada kemiskinan.
Untuk itu, bekerja keras lah, maksimalkan ikhtiar (usaha) yang harus kita lakukan. Usaha yang maksimal artinya sampai napas tinggal satu helaan dan kita mencapai tidak ketidakberdayaan. Sebelum dimulai, jangan pernah menyerah, coba-coba dan terus dicoba. Tidak ada kebahagiaan tanpa kerja keras. Jika hari ini Anda telah 1000 kali melamar kerja dan terus ditolak, terus lah mencoba. Jangan ambil kesimpulan kita telah gagal. Kita harus mencoba dan terus mencoba. 1000 kali bukan berarti akhir dari segalanya. Ingat, dibalik kesusahan, ada kemudahan. Tuhan tidak akan membebani umatnya dengan beban yang melampaui kemampuan umatnya itu.
Sam Walton, pendiri Wal-Mart mengingatkan, rayakan sukses Anda dan temukan humor dalam kegagalan Anda. Jangan terlalu serius. Rileks dan orang-orang disekitar Anda akan rileks. Bersenang senang dan selalu tunjukan antusiasme. Jika semua ini gagal, kenakan kostum dan nyanyi lagu gila-gilaan.
Salam,
Graha Pena Jakarta, 26 Januari 2009
Senin, 26 Januari 2009
Memaksimalkan Ikhtiar
Pengelola
- Iu Rusliana
- Pewarta di Jawa Pos Group, staf pengajar filsafat di UIN Bandung, dan Aktivis di Muhammadiyah. Asli urang Sukabumi dan menyelesaikan studi S2 Ekonomi Syariah di Universitas Indonesia (UI) tahun 2010. Alumni Jurusan Aqidah Filsafat UIN Bandung ini yakin bahwa berbagi kasih adalah misi suci setiap agama di muka bumi. Berbagi tidak mengurangi milik kita, tapi akan menambahkannya, sebagaimana janji-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar